Film Independen atau “indie” sebagai gerakan penyeimbang industri sinema mainstream sejak beberapa dekade silam hingga kini masih tumbuh berkembang demikian pesat. Sineas-sineas besar serta film-film berpengaruh tidak sedikit yang berasal dari gerakan sinema independen ini. Istilah “independen” sendiri hingga kini masih kabur dan sering memicu beragam interpretasi baik individual maupun kelompok. Film-film independen sering kali lekat dengan sinema “non-mainstream”, bujet produksi minim, tema kontroversial, cara bertutur unik, “festival-oriented”, dan lain sebagainya.
Batasan dan Definisi Film Independen
Secara universal istilah independen bisa dipecah menjadi dua yakni, definisi teknis dan non teknis. Definisi teknis terkait dengan enam studio raksasa Hollywood yang menguasai industri sinema dunia saat ini, yakni 20th Century Fox, Walt Disney, Columbia, Universal, Paramount, dan Warner Bros. Film independen dapat didefinisikan sebagai semua film yang dibiayai kurang dari 50% oleh salah satu dari enam studio raksasa di atas. Untuk ikut bersaing di berbagai festival film internasional, enam studio tersebut juga memiliki beberapa studio kecil, sebut saja seperti Fox Searchlight, Miramax Films, Sony Pictures Classic, Warner Independent, Paramount Classics, dan lainnya. Film-film produksi studio-studio kecil ini masih dibiayai setidaknya 50% oleh studio-studio raksasa di atas.
Masih menjadi pertanyaan apakah film-film produksi studio-studio tersebut dapat didefinisikan sebagai film independen? Hal ini sangat bergantung pada interpretasi individual.Sementara definisi “non teknis” film independen lebih luas dan semakin kabur batasannya. Boleh dibilang semua aspek di luar sistem (produksi) Hollywood bisa berkaitan dengan hal ini. Film-film mainstream Hollywood umumnya menggunakan formula (produksi) yang sama dengan tujuan meraih profit finansial sebesar-besarnya. Mereka tidak berani berjudi dengan segala sesuatu yang bisa menimbulkan resiko kerugian. Sementara sineas independen menggunakan cara bertutur yang unik, kreatif, orisinil, tema yang kontroversial, ekstrem, serta vulgar dalam karya-karya mereka. Mereka juga berani bereksperimen dengan teknik-teknik baru dan radikal dengan bujet produksi yang umumnya jauh di bawah standar film-film mainstream.
Film-film independen lebih menekankan pada visi artistik sang sineas tanpa intervensi dari pihak lain, seperti studio atau produser. Tidak seperti sineas mainstream yang cenderung bermain “aman”, sineas independen secara sadar berani mengambil resiko baik moral maupun finansial terhadap karya-karya mereka.Lalu bagaimana definisi film independen di luar wilayah Amerika. Walau tidak sebesar dan sekuat industri film di Amerika namun tiap negara umumnya memiliki industri film “mainstream” yang mendominasi. Studio-studio lokal tersebut dalam beberapa aspek memiliki kesamaan sistem dan karakter dengan studio-studio besar Hollywood. Film-film tersebut sering diistilahkan dengan foreign film ketimbang film independen. Sementara film independen bisa dikatakan adalah semua film di luar film-film mainstream di wilayah atau negara bersangkutan. Definisi independen bisa berbeda-beda di tiap wilayah atau negara. Seperti di negara kita misalnya, film independen bisa kita definisikan sebagai film-film produksi domestik yang tidak beredar di jaringan bioskop utama.
Studio Independen di Era Klasik
Mungkin banyak dari kita yang tidak tahu jika perang antara studio besar versus studio kecil (independen) telah ada jauh sejak era silam di Amerika. Pada tahun 1908, dimotori oleh Thomas Alfa Edison dibentuk The Motion Picture Patents Company (MPPC) yang merupakan gabungan dari studio-studio besar kala itu. MPPC berfungsi untuk mengontrol seluruh jaringan distribusi serta produksi dalam satu kendali. Studio-studio kecil harus mendapatkan ijin untuk produksi dan distribusi sebuah film. Walau akhirnya MPPC dibubarkan beberapa tahun kemudian namun embrio sistem studio mulai tampak terutama ketika industri sinema mulai berpindah ke Hollywood.
Beberapa studio independen yang muncul pada era ini kelak menjadi studio raksasa yang hingga kini masih eksis. United Artist tercatat sebagai studio independen pertama di Amerika, dibentuk pada tahun 1919 yang dimotori oleh sineas serta bintang-bintang besar yakni, D.W. Griffith, Chaplin, Douglas Fairbanks, serta Mary Pickford Beberapa studio kecil juga menggabungkan diri hingga muncullah studio-studio besar seperti MGM, 20th Century Fox, dan lain sebagainya. Selama beberapa dekade ke depan studio-studio independen kalah bersaing dengan studio-studio raksasa Hollywood yang sekaligus mendominasi industri sinema dunia.
Sejak era 30-an hingga 50-an industri film Hollywood dengan sistem studionya mencapai masa keemasaannya. Sistem studio yang dimotori oleh lima studio raksasa (MGM, Warner Bros., Paramount, RKO, dan 20th Century Fox) menguasai pasar dengan praktek monopoli yang mengontrol produksi, distribusi, serta ekshibisi. Pada tahun 1941, beberapa sineas dan produser berpengaruh seperti Chaplin, Walt Disney, Orson Welles, David O. Selznick, dan lainnya membentuk Society of Independent Motion Picture Producers (SIMPP) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak para produser independen yang terpinggirkan oleh sistem studio. Tahun 1942, SIMPP secara resmi mengajukan tuntutan pada studio Hollywood (Paramount) dengan dalih monopoli.
Enam tahun berselang, tuntutan SIMPP membuahkan hasil, pengadilan tertinggi Amerika mengakhiri praktek monopoli dengan mengharuskan studio-studio tersebut menjual teater-teater (ekshibisi) mereka. Hal ini praktis mengakibatkan berakhirnya era kejayaan sistem studio. Usaha SIMPP yang berujung pada hancurnya sitem studio memberikan kesempatan bagi para produser dan sineas independen untuk berkreasi. Teknologi kamera yang semakin canggih, murah, dan ringan juga semakin mendorong berkembangnya film-film independen di Amerika selepas perang dunia kedua. Pada periode inilah muncul sineas-sineas independen berpengaruh seperti Maya Deren, Kenneth Anger, Raymond Abrashkin yang mampu bersaing dengan film-film independen dari benua Eropa.
Runtuhnya tembok sensor pada dekade mendatang juga semakin mendorong perkembangan film independen ke level yang lebih tinggi.Sementara di wilayah Eropa film-film independen telah berkembang luas selepas perang dunia pertama. Film-film independen yang sangat berpengaruh muncul dari sineas-sineas yang menganut aliran seni abstrak, seperti dada dan surealis. Sineas surealis dan dada bekerja tertutup dan mempertontonkan karya-karya mereka di ruang lingkup mereka sendiri. Film-film mereka umumnya abstrak, anti-naratif, menentang kausalitas, serta kerap menggunakan teknik-teknik radikal.
Selama perang dunia kedua berkecamuk praktis industri film di Eropa mengalami mati suri namun selepas perang, industri film di Eropa mulai bangkit dan film-film independen pun mulai kembali menggeliat. Sebuah gerakan sinema di Perancis di akhir 50-an, yakni nouvelle vague (French New Wave) menjadi motor penggerak gerakan independen di Eropa melalui film-film seperti The 400th Blow karya François Truffaut serta Breathless karya Jean-Luc Godard. Para sineas muda ini membawa kamera mereka ke jalanan, kafe serta tempat publik lainnya dengan peralatan seadanya serta kru yang minim. Karya-karya mereka membuka pikiran para sineas muda di Eropa dan Amerika untuk mengembangkan sinema ke level yang lebih jauh lagi. Gerakan nouvelle vague tak lama diikuti oleh gerakan new wave lainnya di seluruh Eropa bahkan hingga Asia.
Era Baru Era Independen
Sejak era 50-an sinema independen mulai mendapat perhatian publik luas dan sering kali meraih sukses komersil maupun kritik. Little Fugitive (1953) arahan Raymond Abrashkin tercatat sebagai film independen pertama yang mampu dinominasikan sebagai film terbaik dalam ajang Academy Awards. Sukses film ini memicu para produser independen lainnya untuk memproduksi film-film “murah” dengan sasaran kawula muda. Salah satunya yang paling berpengaruh di era 60-an adalah Roger Corman yang kerap dijuluki “King of B-Movies”. Film-film horor dan fiksi ilmiah produksi Corman menawarkan unsur-unsur seks, kekerasan, obat-obatan, serta nuditas, segala sesuatu yang tidak pernah ditawarkan oleh studio-studio besar. Sineas independen lainnya, George Romero melalui film horor fenomenal, Night of The Living Dead (1968) tercatat sebagai film independen terlaris pada masanya.
Momen baru era independen tercatat melalui film Bonnie & Clyde (1967) ketika Warner Bros menawarkan 40% dari profit filmnya untuk produser Warren Beatty yang juga bermain di filmnya. Momen ini diistilahkan media dengan “New Hollywood” yang memberikan jalan bagi para sineas serta produser independen untuk bisa mendapatkan kontrol penuh terhadap produksi film mereka. Tercatat Easy Rider (1968) arahan Dennis Hopper merupakan film independen pertama yang diproduksi pada era baru ini. Sineas-sineas berpengaruh seperti Martin Scorcese, Francis Ford Coppola, serta George Lucas tercatat mengawali karir mereka sebagai sineas independen. Talenta-talenta muda inilah yang kelak akan mengubah industri sinema di Amerika bahkan di dunia melalui film-film mereka yang luar biasa sukses. Namun nama-nama tersebut kini telah identik dengan para pelaku sinema mainstream.
Sundance Film Festival dan Perkembangan Hingga Kini
Momen penting bagi perkembangan film independen adalah ketika Utah (U.S.) Film Festival diselenggarakan pertama kali tahun 1978. Festival film independen yang dilangsungkan di Salt Lake City ini diprakarsai oleh Sterling Van Wagenen dan John Earle. Festival ini memberikan kesempatan luas bagi para sineas independen untuk mempertontonkan karyanya sekaligus bersaing dalam sebuah kompetisi. Juga bertempat di Utah, aktor-sineas ternama, Robert Redford pada tahun 1981 membentuk organisasi non-profit yakni, Sundance Institute. Tujuan institusi ini adalah untuk memberikan bimbingan bagi para pembuat film independen dari seluruh dunia untuk bisa mengembangkan karya-karya mereka. Di tahun 1985 ketika Utah Film Festival mengalami problem finansial, Redford bersama institusinya mengambil alih manajemen dan mengganti nama menjadi Sundance Film Festival. Hingga kini Sundance Film Festival menjadi salah satu barometer bagi perkembangan film-film independen di dunia khususnya di Amerika.
Di era 80-an beberapa sineas memproduksi film-film independen berpengaruh, seperti David Lynch melalui Eraser Head serta Blue Velvet, Spike Lee melalui She’s Gotta have It, Joel Coen melalui Blood Simple, Sam Raimi melalui Evil Dead, juga beberapa nama lain seperti Jim Jarmusch, Gus van Sant, John Sayles, serta Michael Moore. Di era 90-an, Sundance Film Festival mengangkat popularitas sineas-sineas muda berbakat seperti Kevin Smith, Robert Rodriguez, Quentin Tarantino, Paul Thomas Anderson, serta Steven Soderbergh. Smith dikenal melalui film-filmnya seperti Mallrats serta Clerks, Rodriguez melalui El Mariachi, Anderson melalui Magnolia, lalu Soderberg melalui Sex, Lies, and Videotape. Sementara Tarantino melalui film-film seperti Reservoir Dogs, Pulp Fiction, dan Jacky Brown menjadi sineas independen paling berpengaruh pada dekade ini. Pulp Fiction melalui cara bertuturnya yang unik tercatat sebagai film independen terlaris sepanjang masa. Sementara sukses sensasional dicapai film horor, The Blair Witch Project di akhir milenium lalu. Film arahan sineas muda Daniel Myrick dan Eduardo Sánchez ini diproduksi dengan biaya hanya 35 ribu dollar. Setelah diputar dan sukses di Sundance Film Festival, Artisan membeli hak rilis filmnya senilai 1.1 juta dollar. Pada rilisnya film ini total meraih pendapatan kotor sebesar 248 juta dollar di seluruh dunia!
Sementara pada era milenium baru tercatat beberapa film independen berkualitas diproduksi, seperti Memento (2000) arahan Christopher Nolan, Requiem for a Dream (2000) arahan Darren Aronofsky, Ghost World (2001) arahan Terry Zwigoff, Lost in Translation (2003) arahan Sofia Coppola, serta Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004) arahan Michel Gondry. Sementara itu dalam ajang Academy Awards untuk kategori film terbaik selama belasan tahun terakhir nyaris didominasi oleh film-film produksi studio independen. Saat ini teknologi kamera digital yang relatif terjangkau, peralatan serta program editing yang relatif murah dan mudah, semakin memudahkan orang untuk memproduksi film. Siapa pun bisa menjadi sineas independen. Namun harus diingat semangat independen bukan hanya sekedar berkarya, jiwa independen sejatinya adalah sebuah proses kreatif yang orisinal dan inovatif, serta berani mengambil resiko moral maupun materi tanpa campur tangan dari pihak manapun.
sumber : http://montase.blogspot.com/2008/12/kilas-balik-perkembangan-film.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar